Sosok Ida Pedanda Gede
Made Gunung belakangan banyak diperbincangkan umat Hindu. Tokoh Hindu yang satu
ini dinilai banyak kalangan memiliki pemikiran yang jauh kedepan, trampil dalam
"menerjemahkan" tatwa agama dengan bahasa yang jelas dan lugas serta
memiliki rasa humor yang tinggi. Pedanda yang dilahirkan di Gria Gede Kemenuh
Purnawati ini, seolah - olah mengubah citra Pedanda (Pendeta Hindu) dari
sekedar muput karya (memimpin pelaksanaan upacara), menjadi pemberi Dharma
Wacana, disamping itu tentunya juga muput karya. Tidak mengherankan jika wajah
beliau acapkali muncul di berbagai media, baik media elektronik maupun media
cetak, untuk memberikan dharma wacana (wejangan suci) kepada umat Hindu.
Beliau memberikan dharma wacana tidak hanya di Bali, tetapi juga di luar bali
seperti Jakarta hingga ke Kalimantan.
Beliau juga sempat
matirta yatra ke India bersama Dr.Somvir. Setelah menamatkan SD (1965) di
Blahbatuh dan SMPN (1968) di Gianyar, beliau lalu melanjutkan pendidikan ke
Taman Guru Atas (1971) di Sukawati. Beliau kemudian bekerja sebagai Petugas
Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Gianyar (1972 - 1974), lalu menjadi guru SD
di mawang Ubud (1975 - 1983) dan selajutnya pindah ke SD 7 Saba (1987 - 1994).
Tahun 1992 beliau sempat mendapat peringkat sebagai guru teladan Kecamatan
Blahbatuh. Disela -sela kesibukan sebagai guru, beliau melanjutkan pendidikan
di Institut Hindu Dharma (IHD) hingga memperoleh gelar Sarjana Muda pada tahun
1986. Beliau Madiksa atau menjadi pedanda pada tahun 1994 dan sejak tahun 2002
sampai sekarang beliau menjadi dosen luar biasa di almamaternya di Fakultas
Usada Universitas Hindu Indonesia, sebutan IHD sekarang.
Selain itu beliau juga
aktif dalam kegiatan organisasi sejak akhir tahun 1960-an. Mula - mula di
bidang olah raga, menjadi pemain voli seleksi PON Bali, menjadi pelatih karate
(sabuk hitam), dan kemudian organisasi keagamaan. Mula - mula beliau aktif di
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) kecamatan Blahbatuh, PHDI Gianyar
(1989-1994) PHDI Bali (1994-2001) dan PHDI Bali versi Campuhan (2001-2006) Catatan
Sebelum Madiksa Dua tahun sebelum madiksa (menjadi pendeta), beliau sudah mulai
membenahi pola pikir, perkataan dan perbuatan sebagai persiapan memasuki dunia
kependetaan. Suatu hari, kira-kira 4 bulan sebelum madiksa, beliau pergi
mengunjungi Rumah Sakit Sanglah untuk melihat mereka yang dirawat disana,
beliau ingin merasakan bagaimana kondisi dan penderitaan mereka yang sedang
sakit , beliau juga berjalan mengunjungi UGD, mengunjung bangsal - bangsal yang
lain hingga berakhir di depan kamar mayat. Setelah itu beliau mengunjungi Rumah
Sakit Wangaya untuk tujuan yang sama.
Beliau juga mengunjungi
Super Market, sekedar untuk melihat bagaimana anak - anak bermain dan menikmati
santapan. Disana beliau sempat diikuti oleh satpam, yang barangkali merasa agak
janggal karena melihat beliau yang berjenggot, berambut panjang dan menggunakan
destar datang ke tempat seperti itu dan seperti dengan tujuan yang tidak jelas.
Setelah itu beliau mengunjungi super market yang lain yang baru saja di buka.
Beliau tidak mengunjungi diskotik atau tempat hiburan yang lain karena untuk
mengunjungi tempat seperti itu harus membayar terlebih dahulu. Setelah itu
beliau melanjutkan perjalanan ke pasar burung, mendengarkan kicauan burung dan
melihat berbagai jenis peliharaan yang dijual disana. Disamping itu beliau juga
pernah ikut menjadi sopir truk mengikut temany beliau yang menjadi sopir truk
untuk mengirim pasir dari Klungkung ke daerah lain di Bali.
Beliau melakukan itu
untuk mengetahui bagaimana rasanya menjadi sopir truk. Setelah beliau merasa
sudah cukup, mulailah beliau menyusun program tangkil (menemui) para sulinggih
(pendeta) se-Bali. Dalam buku harian beliau, tercatat beliau pernah tangkil kepada 325 sulinggih. Untuk apa beliau
melakukan semua itu? Beliau mengatakan semua itu sebagai persiapan mental untuk
memasuki dunia kependetaan. Seperti merintis sebuah bangunan, sebelum memulai
membangun seseorang perlu melihat berbagai model bangunan yang ada sebagai
perbandingan dalam merencanakan bangunan yang baru. Unsur-unsur yang cocok
ditiru, yang kurang cocok dipelajari dan seterusnya. Dan ternyata semua yang
beliau dapat dari pengalaman tersebut sangat mendukung tugas-tugas yang harus
beliau emban sekarang. Semua babonnya dari sana. sebuah contoh sederhana,
begitu menjadi Pedanda, banyak orang yang tangkil dan semuanya bermacam-macam.
Ada yang halus dan
adakalanya agak emosional. Semua harus dihadapi dengan sabar. Tidak mungkin
dihadapi dengan kekerasan dan main pukul seperti sewaktu beliau menjadi pelatih
karate dulu. Kalupun sekarang beliau memukul, tidak menggunakan pukulan fisik
tetapi pukulan rohani. Tingkat kerohanian akan berjalan baik apabila didukung
oleh pengalaman, mental dan fisk yang kuat. Beliau mengatakan bahwa tujuan
utama beliau untuk menjadi Pedanda bukan semata hanya untuk muput yadnya,
melainka senantias meningkatkan kualitas kerohanian atau Dharma Agama. Muput
yadnya baru dilaksanakan kalau ada orang yang ngaturang, dalam arti kalau ada
yang datang diterima kalu tidak ada tidak apa-apa. Seperti air pancuran, ada
atau tidak orang yang datang untuk mengambil air, pancurannya tetap akan
mengalir.